Rabu, 10 November 2010

Candi NARAYANA Muncul di Watukosek

Disadur dari : http:/nurahmad.worpress.comn 

Syukur Alhamdulillah.. Berkat rahmat Allah SWT / Sang Hyang Widi Wasa / Bapa di dalam Surga / Gusti Kang Akarya Jagad, telah rampung pembangunan Candi NARAYANA yang terletak di sisi selatan berdampingan dengan Pura JAGAD SAHASRA PASOPATI – Watukosek, Pasuruan, Jatim. Candi Majapahit NARAYANA yang lahir di bumi Watukosek di kaki Gunung Penanggungan ini adalah merupakan wujud hasil “amanah/petunjuk gaib” beliau Dang Hyang Nirartha/Dang Hyang Dwijendra/Pedanda Sakti Wawu Rawuh/Tuan Semeru untuk menjadi “tetenger” menandai kehadiran kembali atau “turun”nya beliau kembali ke Tanah Jawa sesuai dengan Sabdanya yang pernah diucapkan 500 tahun yang lalu. Semoga seluruh alam dan seluruh mahluk berbahagia.. Damai, Damai, Damai.. Sejahteralah Nusantara.. Om Santi Santi Santi Om.. Rahayu.. Amin Ya Robbal Alamin..
( klik gambar untuk melihat album foto )

Mohon Do’a Restu dari seluruh sedulur sedayu saudara-saudaraku, para sesepuh dan pinisepuh se-Tanah Air Nusantara atas rampungnya pembangunan CANDI NARAYANA di kaki Gunung Penanggungan, Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur. Peresmian akan dilaksanakan nanti pada hari Minggu/Radite Paing – tanggal 4 April 2010 – pukul 9.00 wib, berlokasi di Pura Jagad Sahasra Pasopati (Pusdiklat Brimob Watukosek, Pasuruan, Jatim) dengan Upacara Ritual yang akan dipuput oleh IDA PEDANDA BANG BURUAN MANUABA (dari Denpasar, Bali). Upacara peresmian ini terbuka bagi siapa saja anak cucu leluhur nusantara dari berbagai agama dan kepercayaan. Semoga manifestasi amanah leluhur nusantara ini akan membawa Damai, Damai, Damai.. Nusantara Sejahtera..
Hyang Budha tan pahi lawan Siwa rajadewa ; Rwaneka-dhatu winuwus wara Buddhawiswa ; Bhineki rakwa rinapan kena parwanosen ; Mangka ng jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal ; Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Salam MERAH PUTIH..
Diterbitkan di: on Februari 25, 2010 at 1:32 am  Tinggalkan sebuah Komentar  

Sasmita Nusantara : Gempa Padang

Rabu sore 30 September 2009 jam 17.16 wib Ranah Minangkabau (Padang sekitarnya) digoyang gempa bumi yang menghancurkan dengan kekuatan 7,6 skala richter. Kejadian ini memakan begitu banyak korban jiwa baik yang tewas maupun luka-luka, dan entah berapa lagi yang masih belum diketemukan karena tertimbun puing-puing reruntuhan bangunan dan tanah longsor. Singkat kata, Padang luluh lantak dalam sekejap dan hingga kini meninggalkan kepedihan yang sangat memilukan. Kembali kenyataan ada di hadapan kita sebuah musibah tragis kembali terjadi dari sekian banyak rangkaian bencana yang melanda negeri ini sejak kejadian Tsunami Aceh di penghujung tahun 2004. Ada hakekat apa di balik ini semua ? Dalam kurun waktu ini apakah kita telah belajar dari segala musibah yang terjadi sebagai buah introspeksi diri ? Atau jangan-jangan kita telah terbiasa dengan segala musibah yang ada. Rasa empati, duka dan kesedihan hanya berlangsung selayang pandang untuk kemudian merasa biasa-biasa saja kembali tanpa ada hikmah bagi perubahan sikap moral kita ?
Kembali perlu digarisbawahi sebagai pengingatan kembali kita semua di dalam memandang kejadian-kejadian di hadapan kita. Sejatinya “Tidak ada yang namanya Kebetulan. Semua kejadian di dalam kehidupan ini sekecil apapun adalah merupakan Ketetapan yang Ditetapkan-Nya.” Segala apa yang terjadi pada diri dan juga di hadapan diri adalah merupakan Potret atau Citra diri, baik itu personal individu, keluarga, lingkungan masyarakat, institusi, bangsa atau negara, dan bahkan jagad dunia. Dalam hal ini lebih menunjuk kepada Potret atau Citra Batin yang merupakan Pancaran Batin. Karena yang bersifat lahir selalu dapat menipu daya, sedangkan sifat batin selalu apa adanya. Baik akan terlihat baik dan buruk akan terlihat buruk. Sesuatu yang lahir dapat didekati dengan yang lahir (tetapi nisbi). Namun batin tidak akan mampu didekati dengan yang lahir. Sebaliknya batin akan mampu mendekati dan menembusi baik yang lahir maupun batin (bersifat mutlak). Dan Batin inilah Sang Pemimpin Diri. Sehingga untuk tiap-tiap tingkatan lingkungan (jagad kecil – jagad besar) yang terpancar adalah Citra atau Potret “Sang Pemimpin”.
Gempa yang terjadi di Padang adalah Sasmita Nusantara. Padang dalam bahasa Jawa berarti “Terang atau Bercahaya.” Jika saat ini Padang hancur, maknanya tidak ada Terang alias Gelap. Bahkan dari kejadian akibat gempa itu merupakan gambaran Kegelapan yang memilukan dan menimbulkan berbagai kesulitan. Hari Rabu 30 September 2009 jam 17.16 wib dimana bencana itu datang, dalam perhitungan Jawa telah memasuki hari Kamis (Respati) Pahing 1 Oktober 2009, lambang wukunya (Julungwangi) adalah Betara Kala (letaknya Barat), Dasawaranya adalah Raja/pemimpin dengan lambang Sanghyang Rudra (menghancurkan), Paarasannya Lakuning Bumi, dan Pancasudanya adalah Lebu Katiup Angin (hidup serba kekurangan dan kesulitan, jauh dari keberuntungan). Dan ingatkah kita bahwa tanggal itu merupakan hari Kesaktian Pancasila ? Ini merupakan bukti gambaran bahwa Burung Garuda sebagai pusaka negeri ini telah murka karena Pancasila sebagai “pedoman hidup” bangsa tidak ditegakkan di negeri Nusantara ini, bahkan telah disia-siakan dan disalahgunakan. Sehingga bangsa ini diibaratkan sudah tidak lagi memiliki pedoman hidup (bhs Jawa : Pepadang) dan artinya ada di dalam kegelapan. Seseorang dalam kegelapan karena tidak memahami hidupnya. Hidup sekedar hidup-hidupan (Jawa : Urip-uripan). Hidupnya hanya terjebak kepada rutinitas hidup yang lebih berorientasi lahiriah. Begitu pula yang terjadi pada bangsa di negeri ini (baca : Sasmita Narendra Nusantara – Mbah Surip dan WS Rendra). Pada akhirnya yang terasa adalah sangat jauh dari Ridho Allah Azza wa Jalla, karena telah “ditinggalkan” oleh Sang Maha Hidup.
Minang Kabau adalah melambangkan Tanduk Kerbau. Minang berarti taji yang tajam dan runcing. Dan kerbau adalah merupakan kendaraan dari Dewa Rudra, yaitu dewa penghancur. Ini berarti sasmita budak angon tengah menggiring 18 kerbau dari selatan ke utara mulai menjadi kenyataan. Selatan ke utara merupakan lambang yang gaib atau sirr menjadi wujud atau menampak. Angka 18 merupakan lambang 8 penjuru mata angin dan 1 adalah pancernya. Namun yang terdengar hanya suara gentanya saja. Hal ini bermakna seperti angin, dari mana dan kapan datang perginya kita semua tidak tahu. Setidaknya ada suatu gambaran dengan kehancuran yang terjadi di Ranah Minangkabau merupakan perlambang bahwa Kerbau-kerbau telah mengamuk memainkan tanduknya yang mematikan. Waspadalah.. Dan ini bermakna bahwa yang mampu mengendalikan kerbau-kerbau ini adalah “Budak Angon” (seperti yang tertulis di dalam Uga Wangsit Siliwangi : “orang sunda dipanggil-panggil.., orang sunda memberi ampunan..”).
Di balik kejadian ini dari semua uraian di atas mengandung suatu makna pesan pada bangsa negeri ini sama hakekatnya dengan kehadiran Nabi Isa di jamannya. “Barangsiapa percaya kepada Allah, ia tidak akan dihukum. Barangsiapa tidak percaya Allah, ia telah berada di bawah hukuman. Karena ia tidak percaya.. Inilah hukuman itu.. Terang telah datang ke dalam dunia. Tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang. Sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang. Dan tidak datang kepada terang itu. Supaya perbuatan-perbuatan-Nya yang jahat itu tidak nampak. Tapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang. Supaya jadi nyata bahwa perbuatannya dilakukan dalam Allah.” Dan Gempa Padang merupakan lambang pesan yang menyiratkan bahwa “Terang” (Pepadang atau Cahaya Ilahiah) itu telah turun di bumi Nusantara ini guna menuntun dan memberi petunjuk bagi hamba yang sadar dan berada di jalan Kebenaran (wong kang eling lan waspada). Namun sebaliknya Cahaya Kasih Terang itu akan menyilaukan bahkan menghancurkan hamba-hamba sombong (Sumbar) yang berada di dalam Kegelapan.
Akhirnya dengan kejadian musibah Gempa Padang ada baiknya kita renungkan ayat-ayat yang menjelaskan maksud pesan kejadian itu, yaitu QS 16. An Nahl : 90 s/d 100, dan QS 10. Yunus : 93 s/d 103. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada para “Pemimpin” kita semua. Amin.
(Sang Raja Paksi “Garuda” telah turun ke bumi dari swargaloka menyusul sang majikan Sanghyang Ismoyo yang terlebih dahulu datang di Alas Sunyaruri. Namun kepakan sayapnya yang kuat meleburkan segala sesuatu yang dilalui. Saat ini Sanghyang Narayana telah berdiri tegak di tempatnya berpijak di tiga alam (tri loka) dengan membawa Kitab Suci di tangan kanan dan senjata Trisula Gana Suci di tangan kiri. Itulah tanda segala Pancer dari seluruh unsur telah menyatu dalam satu Kedhaton : Sri Bima Punta Narayana Mandura Suradipati.)
Selasa (Anggara) Pahing, 6 Oktober 2009
Diterbitkan di: on Oktober 6, 2009 at 9:37 am  Tinggalkan sebuah Komentar  

Sasmita Narendra Nusantara : Mbah Surip dan WS Rendra

Mbah Surip (Urip Ahmad Riyanto) dan WS Rendra (Wahyu Sulaeman Rendra) mrpkan bahasa alam (simbol) dg hakekat yg amat sangat tinggi utk bangsa ini. Sastra Jendra Hayuningrat, wujud karya SENI (SENtuhan rohaNI) yg dikumandangkan oleh kelompok SENIMAN Sejati negeri ini sbg manifestasi “SENtuhan rohaNI MANusia Sejati” di abad ini. Bukti Tuhan Maha Pemurah dan Maha Kasih kpd semua hamba Nya. Tuhan Maha Adil menggunakan media pesan Nya yg dpt diketahui dan dikenali oleh segenap bangsa ini tanpa terkecuali. Bebas dari hijab atau sekat apapun. Sejatinya Sasmita Narendra ditujukan kpd para raja atau pemimpin (ulama dan umaro’) sbg kritik membangun guna pembenahan implementasi kebijakannya dlm memimpin rakyat. Tp tdk ada salahnya di era skrg ini kita sbg rakyat biasa berupaya mengenalinya. Krn para pemimpin di jaman ini sudah tdk lagi memiliki kearifan dlm kepedulian dan tanggap akan sasmita alam. Semua Petunjuk Tuhan berupa ayat-ayat suci yg tertulis di semua kitab suci dan ayat-ayat suci yg terbentang di alam nyata maupun gaib diperuntukkan bagi hamba-hamba Nya yg sadar (eling dan waspada) dan mau berpikir atau merenung.
Banyak hakekat yg bisa dibedah dr sosok seniman yg tengah besar namanya spt Mbah Surip dan “raja seniman sastra/teater” WS Rendra yg tlh besar namanya sejak dulu hingga kini. Yg pasti mereka sbg sosok seniman melambangkan “Kebebasan Sejati”. Orang-orang yg ingin Merdeka dlm hidupnya, tdk terikat oleh apapun dan siapapun. Bahkan tdk ingin terjajah oleh segala penindasan dan bahkan hawa nafsunya sendiri. Mereka adlh lambang orang-orang yg “Apa Adanya” dlm melakoni hidup. Yg mereka ekspresikan hanyalah “Keindahan” semata, baik yg tengah dirasakan maupun ingin dirasakan menjadi sebuah pengharapan. “Jamillun min jamalullah. Inallaha wa yahibuj jamal”. Segala keindahan adlh milik Tuhan, oleh krn Tuhan Maha Indah. Sampai-sampai demi sebuah keindahan yg ingin diungkapkan dan digapai, seringkali mereka melupakan dirinya. Ini nampak dr rambutnya yg dibiarkan panjang bahkan bergimbal. Kalau meminjam istilah di dlm Tasawuf, semua yg melekat pd sosok “seniman sejati” adlh lambang “Ketawadhu’an” (rendah hati), Kezuhudan (tdk ingin diikat dan terikat dg dunia), Qona’ah (menerima apa adanya), Jujur, Sabar dan Ikhlas, serta Istiqomah (setia dan konsisten menjalani jalan hidupnya).” Secara hakekat inilah yg menjadi harapan Tuhan kpd segenap hamba Nya tanpa terkecuali sesuai dg titah dan kodratnya.
Semua itu ditujukan bagi “Kebahagiaan Hidup” agar terlepas dr jebakan kerusakan moral yang memuncak saat ini. Urip berarti Hidup. Ahmad (Muhammad) berarti Terpuji atau Beradab. Dan ini adlh hakekat Syahadat. Dzat yg menghidupkan segala dzat adlh Allah. Dan Muhammad (Nur Muhammad / Nur Ahmad) adlh segala apa yg tercipta dr Sabda Nya. Jika manusia mampu memahami hakekat Syahadat, lebih dr sekedar ucapan saja, maka Insya Allah akan mampu menemukan Kebahagiaan alias RIYANg To.., Enak to.., Mantep to.. Hidup Terpuji dan Beradab.. Krn mencapai kesadaran bhw kita manusia ini sejatinya “digèndhong” oleh Hidup itu sendiri. Kalau sdh tdk “digèndhong” alias ditinggal pergi oleh Hidup, ya.. tdk ada sebutan.. alias “Mati”. Mati indrawi, mati hati, mati rasa, akhirnya mati raga menjadi mayat. Meninggalkan kesia-siaan, kebusukan, bahkan musibah bagi yg ditinggalkan. Beruntunglah Harimau mati meninggalkan kulit belangnya, dan Gajah mati meninggalkan gadingnya. Spt halnya Mbah Surip dan WS Rendra yg mewariskan “Keberkahan” bagi yg ditinggalkan.
Perlambang ini lebih telak lagi krn kita disuruh mengingat dan merenungkan kisah Nabi Sulaeman dan Ratu Balqis. Singkat cerita dimana pd akhirnya Ratu Balqis sbg lambang “hawa buruk” awalnya, kemudian tunduk kpd Nabi Sulaeman stlh menerima surat yg bertulis kata : “Bismillahirrohmanirrohim”. Setelah itu Ratu Balqis tersadar dr kezalimannya dan mengajak para pembesarnya utk patuh dan berserah diri kpd Allah SWT. Dan yg lebih dalam tersirat dr hakekat sasmita/perlambang ini adlh bagi siapa saja yg mengabaikan atau menolak bahkan mengingkari pesan ini, mk resiko dan konsekuensinya adlh “tidak akan digèndhong” alias akan ditinggalkan “hidup sejati”nya. Kalau sdh begitu jadinya maka ya akan tersesat di jalan, dan merasakan ketidaknyamanan dr yg semestinya. Krn sejatinya kita ini semua hanya “numpang” hidup, numpang lewat dlm kehidupan di dunia ini. Orang Jawa bilang : “Urip mung sekedar mampir ngombé” (hidup hanya sekedar mampir minum). Jadi bisa dibayangkan jika kita meninggalkan atau melupakan kpd yg memberi tumpangan kita. Dlm hal ini Mbah Surip menawarkan diri utk menggèndhong drpd kita naik ojek, taxi, dan pesawat sekalipun supaya tdk kesasar krn ditipu daya bahkan kedinginan. Jangan meremehkan Mbah Surip. Kenali dulu siapa Mbah Surip ? Jangan keburu kita terjebak melihat casing luarnya (sosok penampilan luar) utk kemudian merendahkannya. Waspadalah.. Krn sejatinya Mbah Surip adlh hakekat lambang Urip atau Hidup yg menggèndhong kita selama ini kemana-mana. Haaa… Haaa… Haaa… Sadarkah kita ? Dan Mbah Surip hanya mampu tertawa menertawakan “kelucuan” polah tingkah manusia yg pada tertipu daya dan kesasar krn mengabaikan dan tdk mau memahami Mbah Surip.. èèhh.. HIDUP.. maksudnya.. Haaa… Haaa… Haaa…
( Luar biasa cara Eyang Semar atau Kaki Sabdo Palon dalam “bercanda” (guyon parikeno) menandai kehadirannya kembali di Tanah Jawa atau Nusantara (Jazirah al Jawi) ini pd tgl 5 Agustus 2009, hari Rabu (Buda) Kliwon (Syiwa), wuku Shinta, dan lambangnya Sanghyang Yamadipati (malaikat pati). Budak Angon tengah menggiring 18 Kerbau berjalan dari Selatan ke Utara. Dan yg terdengar hanya suara gentanya saja… Haaa… Haaa… Haaa… Tholé… Tholé… )
Senin (Soma) Kliwon, 10 Agustus 2009
Diterbitkan di: on Agustus 11, 2009 at 2:24 pm  Komentar (11)  

Telah Terbit : Buku “Menelisik Jejak Satrio Piningit”

buku-sp.jpgMisteri Satrio Piningit tak pernah pupus dari benak dan relung hati anak cucu leluhur Nusantara. Fenomena sejak masa kewalian pasca kehancuran Majapahit ini sangat lekat terutama bagi anak cucu Jawa – Bali Dwipa. Perjalanan sejarah Nusantara telah menjadi saksi hidup tentang kemunculan Satrio Piningit di setiap perubahan masa yang telah diwasiatkan oleh para leluhur Nusantara ratusan tahun yang lalu. Raden Patah (Jimbun), Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir), dan Panembahan Senopati (Sutowijoyo) adalah sosok Satrio Piningit pada masanya atas dukungan para wali, utamanya Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Dari beberapa peristiwa bersejarah tersebut mengandung makna yang tersirat bahwa kemunculan Satrio Piningit “sejati” selalu berada pada pergantian “masa besar” Nusantara dimana senantiasa tidak meninggalkan peran sosok wali (aulia).
Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono dapat pula dikatakan sosok Satrio Piningit (sesuai ramalan R.Ng. Ronggowarsito) setelah Nusantara beralih menjadi NKRI. Fenomena yang sangat menarik saat ini adalah : Akankah Satrio Piningit “sejati” yang dikenal dengan nama Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu muncul pada masa ini ? Mengingat dari situasi dan tanda-tanda alam yang terjadi mengindikasikan bahwa Nusantara akan memasuki “Era Baru” yaitu : Jaman Kalasuba (Kejayaan).
Berkaitan dengan penyelenggaraan acara “Sarasehan : Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya” di Semarang pada tanggal 20 Desember 2007, yang mencanangkan topik : REVOLUSI AKBAR SPIRITUAL NUSANTARA, maka untuk menandai mulai terkuaknya tabir misteri Nusantara diluncurkan sebuah buku berjudul : PERJALANAN SPIRITUAL – MENELISIK JEJAK SATRIO PININGIT yang ditulis oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan – Nurahmad.
Buku setebal 272 halaman ini berisikan ungkapan hasil “perjalanan spiritual” penulis yang baru disadari kemudian ternyata telah masuk ke dalam pusaran misteri ini. Dalam buku ini diungkap secara lebih vulgar mengenai sosok Satrio Piningit yang dinanti. Semoga membawa manfaat untuk segenap anak cucu leluhur Nusantara tercinta.
Buku ini bisa diperoleh di seluruh Toko Buku GRAMEDIA se Jawa – Bali.
Penerbit :
CIPTA KARSA MULTIMEDIA – Semarang
Email : bukusatriapiningit@yahoo.co.id
Telp : (024) 70193818 / 0818293216
Diterbitkan di: on Desember 30, 2007 at 11:20 am  Komentar Dimatikan  

Menyibak Tabir Misteri Nusantara

peta-jawa.jpgKeberadaan blog ini saya persembahkan untuk seluruh rakyat nusantara sebagai ungkapan rasa keprihatinan atas carut marut yang sedang terjadi di bumi pertiwi ini. Berawal dari komunikasi intensif saya dengan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan (penulis Surat Terbuka kepada SBY) telah membawa saya kepada pencerahan cakrawala pemahaman tentang apa dan bagaimana kejadian yang tengah berlangsung dan prediksi yang akan terjadi di negeri ini. Bahkan tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa ini merupakan suatu upaya membedah warisan leluhur yang sarat dengan perlambang sehingga sedikit demi sedikit terkuak tabir misteri jagad nusantara ini. Sangat luar biasa. Hal ini sepatutnya bisa dipahami oleh seluruh anak cucu leluhur bangsa ini sebagai pewaris sah tataran tanah surgawi yang bernama Nusantara.
Hasil kajian spiritual bapak Tri Budi Marhaen Darmawan berusaha saya pahami dengan “rasa naluri” yang mendalam dengan tanpa mengabaikan logika berpikir sehat. Memang banyak hal sulit ditelusuri melalui referensi buku-buku sejarah atau dengan bukti-bukti empiris yang ada, namun dengan semangat menguak tabir misteri untuk lebih memahami fenomena yang terjadi saat ini, maka segala sesuatunya yang dapat saya cerna berusaha saya ungkapkan secara sederhana apa adanya di dalam blog ini. Ibarat mencari mata rantai yang hilang (missing link), nampaknya misteri yang ditinggalkan pasca keruntuhan Majapahit (500 tahun yang lalu) mulai terlihat secara samar-samar. Sayapun mulai memahami apa makna yang tersirat dari saran bapak Tri Budi Marhaen Darmawan kepada SBY di dalam Surat Terbukanya kepada SBY sbb :
”Kumpulkanlah ahli-ahli Thoriqoh negeri ini yaitu mursyid/syeh-syeh yang telah mencapai maqom ma’rifat “Mukasyafah”, Pedanda-pedanda sakti agama Hindu, Bhiksu-bhiksu agama Budha yang telah sempurna, serta kasepuhan waskito dari Keraton Jogja, Solo & Cirebon, untuk bersama-sama memohon petunjuk kepada Allah SWT  mencari siapa sosok orang yang mampu mengatasi keadaan ini dan mencari jawab dari misteri ramalan para leluhur di atas. Gunakan 4 point panduan saya untuk memandu mereka. Insya Allah, jika Allah Azza wa Jalla memberikan ijin dan ridho-Nya akan diketemukan jawabannya.”   
Walaupun Surat Terbuka tersebut tidak mendapat tanggapan dari yang bersangkutan presiden SBY, namun saya memiliki keyakinan bahwa beliau bapak Tri Budi Marhaen Darmawan “mengetahui” banyak hal tentang fenomena  jagad nusantara ini. Tanpa berniat mengundang perdebatan, semoga ungkapan saya dapat menjadi bahan perenungan kita bersama guna menyongsong fajar kejayaan Nusantara yang kita cintai. Saya berharap, apabila ada komentar-komentar yang masuk dari para blogger, mohon dilandasi dengan sikap penuh ketulusan dan tawadhu’ jauh dari rasa riya’ dan ujub.
Memahami Makna Karya Warisan Leluhur Nusantara
Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih kepada bapak Tri Budi Marhaen Darmawan atas pemberian referensi-referensinya berupa naskah : Bait-bait syair terakhir Ramalan Joyoboyo, Kitab Musarar Joyoboyo, Uga Wangsit Siliwangi, Serat Darmagandhul, dan Ramalan Ronggowarsito. Setelah saya membaca dan berusaha memahami dengan segala perenungan, maka sayapun menjadi takjub dibuatnya akan karya-karya beliau para leluhur kita. Antara satu dengan lainnya walaupun berbeda masa/periode yang jauh berselang, namun ternyata di dalam perlambangnya memiliki saling keterkaitan. Suatu perlambang dalam suatu karya menunjuk kepada perlambang atau karakter yang lain di dalam karya leluhur yang berbeda. Saya merasakan bahwa tanpa intervensi kemampuan spiritual yang tinggi akan sangat sulit memahami keterkaitan perlambang-perlambang ini. Dan fenomena ini membuktikan bahwa hanya dengan mengandalkan akal penalaran saja akan mengantarkan kita kepada jalan buntu. Akhirnya menyerah pada keputusasaan dengan menganggap bahwa ini semua merupakan sekedar ramalan yang tidak berguna. Masing-masing orang bisa saja menafsirkan hal tersebut dengan penafsiran yang berbeda-beda. Tidak ada yang melarang. Bebas-bebas saja. Benar tidaknya kembali kepada diri kita masing-masing. Inilah tabir misteri. Kebenaran sejati adanya di dalam nurani yang suci dan bersih. Dalam blog ini referensi-referensi tersebut dapat dibaca secara lengkap pada kolom Wasiat Nusantara.

Uga Wangsit Siliwangi
Saya akan mengawali dengan menandai suatu masa yang dikatakan dalam naskah Wangsit Siliwangi sbb :
“Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala!”
(“Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan raja dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan raja; penguasa baru susah dianiaya!”)
Inilah Soekarno presiden pertama NKRI. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri bangsawan Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. Namun dari penelusuran secara spiritual, ayahanda Soekarno sebenarnya adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk “anak ciritan” dalam lingkaran kraton Solo. (Silakan dibuktikan..)

Lalu pada alinea menjelang akhir dikatakan :
”Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.”
(”Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? nanti, saat munculnya pemuda gembala! Di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar, dipimpin oleh pemuda gendut! sebabnya bertengkar? memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.”)
Kalau kita perhatikan dengan cermat alinea ini, maka memang saat ini seluruh rakyat sedang berharap-harap menunggu datangnya mujizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Lebih-lebih utamanya rakyat korban lumpur Lapindo yang kian hari kian sengsara. Dan akhir-akhir ini banyak terjadi kasus perebutan tanah di mana-mana di tataran wilayah nusantara. Fenomena ini ditandai dengan kasus Pasuruan baru-baru ini yang membawa 4 korban tewas.

Dalam mengkaji Wangsit Siliwangi ini kita akan menemui lelakon atau pemeran utama yang dikatakan dengan istilah “pemuda gembala” (budak angon) dan “pemuda berjanggut” (budak janggotan). Coba mari kita simak alinea berikut :
”Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!”
(”Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!”)
Dimanakah Lebak Cawéné ? Lebak Cawéné adalah suatu lembah seperti cawan, yang dikatakan di dalam Kitab Musarar Joyoboyo sebagai Gunung Perahu. Tempat itu digambarkan sebagai suatu lembah atau bukit dimana permukaannya cekung seperti tertumbuk perahu besar. Dikatakan oleh bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, secara gambaran spiritual, di tempat itu terdapat 2 sumber air besar dan ditandai dengan 3 pohon beringin (Ringin Telu).

Lanjutnya :
”Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati. Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!”
(”Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, carilah pemuda gembala. Segeralah pergi, ingat jangan menoleh kebelakang!”)
Perlambang gagak berkoar di dahan mati bermakna situasi dimana banyak suara-suara tanpa arti. Rakyat menjerit-jerit, penguasa mengumbar janji-janji kosong. Sedangkan negara digambarkan banyak ditimpa bencana. Lalu, siapakah ”budak angon” itu ? Dari bait tersebut diperlambangkan bahwa budak angon adalah orang sunda atau berdarah sunda. Hal ini akan kita bedah lagi setelah sampai pada kesimpulan setelah kita mengkaji karya-karya leluhur lainnya.

Kitab Musarar Jayabaya
Di dalam naskah inipun saya akan mengawali dengan menandai suatu masa atau periode dalam Sinom bait 18 yang berbunyi :
”Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglikasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing ndesa.”
(”Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah..”)
Lung gadung rara nglikasi memiliki makna yaitu pemimpin yang penuh inisiatif (cerdas) namun memiliki kelemahan mudah tergoda wanita. Perlambang ini menunjuk kepada presiden pertama RI, Soekarno. Sedangkan Gajah meta semune tengu lelaki bermakna pemimpin yang kuat karena disegani atau ditakuti namun akhirnya terhina atau nista. Perlambang ini menunjuk kepada presiden kedua RI, Soeharto. Dalam bait ini juga dikatakan bahwa negara selama 60 tahun menerima kutukan sehingga tidak ada kepastian hukum. Ingat, usia kemerdekaan NKRI saat ini menjelang 62 tahun.

Dalam bait 20 dikatakan :
”Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari, Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune Pajang Mataram.”
(”Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.”)
Bait ini menggambarkan situasi negara yang kacau. Pemimpin jauh dari rakyat, dan dimulainya era baru dengan apa yang dinamakan otonomi daerah sebagai implikasi bergulirnya reformasi (Jaman Kutila). Karakter pemimpinnya saling jegal untuk saling menjatuhkan (Raja Kara Murka). Perlambang Panji loro semune Pajang – Mataram bermakna ada dua kekuatan pimpinan yang berseteru, yang satu dilambangkan dari trah Pajang (Joko Tingkir), dan yang lain dilambangkan dari trah Mataram (Pakubuwono). Hal ini menunjuk kepada era Gus Dur dan Megawati.

Lalu pada bait 21 tertulis :
”Nakoda melu wasesa, Kaduk bandha sugih wani, Sarjana sirep sadaya, Wong cilik kawelas asih, Mah omah bosah-basih, Katarajang marga agung, Panji loro dyan sirna, Nuli Rara ngangsu sami, Randha loro nututi pijer tetukar.”
(”Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar.”)
Situasi negara dalam bait ini digambarkan bahwa kekuatan asing memiliki pengaruh yang sangat besar. Orang arif dan bijak dilambangkan tidak berdaya. Kondisi rakyat makin sengsara saja. Perlambang Rara ngangsu, randha loro nututi pijer tetukar bermakna seorang pemimpin wanita yang selalu diintai oleh dua saudara wanitanya seolah ingin menggantikan. Perlambang ini menunjuk kepada Megawati, presiden RI kelima yang selalu dibayangi oleh Rahmawati dan Sukmawati.

Pada bait 22 dikatakan :
Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih, Lajengipun sinung lambang, Dene Maolana Ngali, Samsujen Sang-a Yogi, Tekane Sang Kala Bendu, Ing Semarang Tembayat, Poma den samya ngawruhi, Sasmitane lambang kang kocap punika.”
(”Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.”)
Perlambang Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih bermakna pemimpin yang tidak sempat mengatur negara karena direpotkan dengan berbagai masalah. Ini menunjuk kepada presiden RI keenam saat ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan perlambang Semarang Tembayat merupakan tempat dimana seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang terjadi. Semarang Tembayat merupakan tempat yang masih misteri dimana di dalam Surat Terbuka kepada SBY bapak Tri Budi Marhaen Darmawan menggambarkan sbb :
Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di “Semarang Tembayat” yang telah diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai berikut :
  1. Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah “Ringin Telu” (Beringin Tiga), berada di daerah pinggiran Semarang.
  2. Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir (nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah “Barat Katiga”. Insya Allah lokasinya adalah di daerah “Ringin Telu” itu.
  3. Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya.”
Kemudian pada bait 27 berbunyi :
”Dene besuk nuli ana, Tekane kang Tunjung putih, semune Pudhak kasungsang, Bumi Mekah dennya lair, Iku kang angratoni, Jagad kabeh ingkang mengku, Juluk Ratu Amisan, Sirep musibating bumi, Wong nakoda milu manjing ing samuwan,”
(“Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.”)
Perlambang Tunjung putih semune Pudak kasungsang memiliki makna seorang pemimpin yang masih tersembunyi berhati suci dan bersih. Inilah seorang pemimpin yang dikenal banyak orang dengan nama “Satrio Piningit”. Lahir di bumi Mekah merupakan perlambang bahwa pemimpin tersebut adalah seorang Islam sejati yang memiliki tingkat ketauhidan yang sangat tinggi.
Sedangkan bait 28 tertulis :
”Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji, Prenahe iku kaki, Perak lan gunung Perahu, Sakulone tempuran, Balane samya jrih asih, Iya iku ratu rinenggeng sajagad.”
(“Raja utusan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.”)
Bait ini menggambarkan bahwa pemimpin tersebut adalah hasil didikan/tempaan seorang waliyullah (aulia) yang juga selalu tersembunyi. Berkedaton di Mekah dan Tanah Jawa merupakan perlambang yang bermakna bahwa pemimpin tersebut selain ber-Islam sejati namun juga berpegang teguh pada kawruh Jawa (ajaran leluhur Jawa). Sedangkan gunung Perahu seperti telah disinggung di atas adalah Lebak Cawéné. Kembali lagi, dimana tempatnya ? Kita telah membaca bait 22 di atas. Ya di Semarang Tembayat itu tempatnya. Sedangkan tempuran adalah pertemuan dua sungai di muara yang biasanya digunakan untuk tempat bertirakat ”kungkum” bagi orang Jawa. Namun disini tempuran bermakna ”watu gilang” sebagai tempat pertemuan alam fisik dan alam gaib. Dalam kebudayaan Jawa keberadaan watu gilang sangat lekat dengan eksistensi seorang raja. Insyaallah.. Pemimpin tersebut akan mampu memimpin nusantara ini dengan baik, adil dan membawa kepada kesejahteraan rakyat, serta menjadikan nusantara sebagai ”barometer dunia” (istilah Bung Karno : ”negara mercusuar”).

Bait-Bait Terakhir Ramalan Joyoboyo
Dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo digambarkan suasana negara yang kacau penuh carut marut serta terjadi kerusakan moral yang luar biasa. Namun dengan adanya fenomena tersebut kemudian digambarkan munculnya seseorang yang arif dan bijaksana yang mampu mengatasi keadaan. Berikut adalah cuplikan bait-bait tersebut yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter seseorang itu :
159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu; bakal ana dewa ngejawantah; apengawak manungsa; apasurya padha bethara Kresna; awatak Baladewa; agegaman trisula wedha; jinejer wolak-waliking zaman; …
(selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun (akhir Kalabendu, menjelang Kalasuba); akan ada dewa tampil; berbadan manusia; berparas seperti Batara Kresna; berwatak seperti Baladewa; bersenjata trisula wedha; tanda datangnya perubahan zaman; …)
160.
…; iku tandane putra Bethara Indra wus katon; tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
(…; itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak; datang di bumi untuk membantu orang Jawa)
162.
…; bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis; tan kasat mata, tan arupa; sing madhegani putrane Bethara Indra; agegaman trisula wedha; momongane padha dadi nayaka perang perange tanpa bala; sakti mandraguna tanpa aji-aji
(…; pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar tak kelihatan, tak berbentuk; yang memimpin adalah putra Batara Indra, bersenjatakan trisula wedha; para asuhannya menjadi perwira perang; jika berperang tanpa pasukan; sakti mandraguna tanpa azimat)
163.
apeparap pangeraning prang; tan pokro anggoning nyandhang; ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang; …
(bergelar pangeran perang; kelihatan berpakaian kurang pantas; namun dapat mengatasi keruwetan banyak orang; …)
164.
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong
(…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
166.
idune idu geni; sabdane malati; sing mbregendhul mesti mati; ora tuwo, enom padha dene bayi; wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada; garis sabda ora gentalan dina; beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira; tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa; nanging inung pilih-pilih sapa
(ludahnya ludah api, sabdanya sakti (terbukti), yang membantah pasti mati; orang tua, muda maupun bayi; orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi; garis sabdanya tidak akan lama; beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya; tidak mau dihormati orang se tanah Jawa; tetapi hanya memilih beberapa saja)
167.
waskita pindha dewa; bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira; pindha lahir bareng sadina; ora bisa diapusi marga bisa maca ati; wasis, wegig, waskita; ngerti sakdurunge winarah; bisa pirsa mbah-mbahira; angawuningani jantraning zaman Jawa; ngerti garise siji-sijining umat; Tan kewran sasuruping zaman
(pandai meramal seperti dewa; dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda; seolah-olah lahir di waktu yang sama; tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati; bijak, cermat dan sakti; mengerti sebelum sesuatu terjadi; mengetahui leluhur anda; memahami putaran roda zaman Jawa; mengerti garis hidup setiap umat; tidak khawatir tertelan zaman)
168.
mula den upadinen sinatriya iku; wus tan abapa, tan bibi, lola; awus aputus weda Jawa; mung angandelake trisula; landheping trisula pucuk; gegawe pati utawa utang nyawa; sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan; sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda
(oleh sebab itu carilah satria itu; yatim piatu, tak bersanak saudara; sudah lulus weda Jawa; hanya berpedoman trisula; ujung trisulanya sangat tajam; membawa maut atau utang nyawa; yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain; yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan)
170.
ing ngarsa Begawan; dudu pandhita sinebut pandhita; dudu dewa sinebut dewa; kaya dene manungsa; …
(di hadapan Begawan; bukan pendeta disebut pendeta; bukan dewa disebut dewa; namun manusia biasa; …)
171.
aja gumun, aja ngungun; hiya iku putrane Bethara Indra; kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan; tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh; hiya siji iki kang bisa paring pituduh marang jarwane jangka kalaningsun; tan kena den apusi; marga bisa manjing jroning ati; ana manungso kaiden ketemu; uga ana jalma sing durung mangsane; aja sirik aja gela; iku dudu wektunira; nganggo simbol ratu tanpa makutha; mula sing menangi enggala den leluri; aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu; beja-bejane anak putu
(jangan heran, jangan bingung; itulah putranya Batara Indra; yang sulung dan masih kuasa mengusir setan; turunnya air brajamusti pecah memercik; hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk tentang arti dan makna ramalan saya; tidak bisa ditipu; karena dapat masuk ke dalam hati; ada manusia yang bisa bertemu; tapi ada manusia yang belum saatnya; jangan iri dan kecewa; itu bukan waktu anda; memakai lambang ratu tanpa mahkota; sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati; jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh; keberuntungan ada di anak cucu)
172.
iki dalan kanggo sing eling lan waspada; ing zaman kalabendu Jawa; aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa; cures ludhes saka braja jelma kumara; aja-aja kleru pandhita samusana; larinen pandhita asenjata trisula wedha; iku hiya pinaringaning dewa
(inilah jalan bagi yang ingat dan waspada; pada zaman kalabendu Jawa; jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa; yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga; jangan keliru mencari dewa; carilah dewa bersenjata trisula wedha; itulah pemberian dewa)
173.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti
(menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi)
Sampai di sini kita akan dapat mulai memahami siapakah yang dikatakan oleh Joyoboyo dengan istilah Putra Betara Indra itu ? Bait-bait tersebut telah mengurai secara rinci tentang ciri-ciri dan karakter orang tersebut. Putra Betara Indra tidak lain dan tidak bukan adalah Waliyullah (aulia) yang tertulis di dalam sinom bait 28 pada Kitab Musarar Joyoboyo. Perlambang paras Kresna dan watak Baladewa bermakna satria pinandhita. Karena hakekat dua bersaudara Kresna dan Baladewa (Krishna Balarama) melambangkan kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dimana Kresna melambangkan pencipta, sedangkan Baladewa melambangkan potensi kreativitas-Nya. Dua bersaudara Kresna dan Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai penggembala sapi. Dengan hakekat ini setidaknya kita dapat meraba bahwa Putra Betara Indra adalah juga Pemuda Gembala (budak angon) yang telah dikatakan oleh Prabu Siliwangi di dalam Uga Wangsit Siliwangi.
Ramalan Tujuh Satrio Piningit Ronggowarsito
Di dalam ramalan Ronggowarsito dipaparkan ada tujuh satrio piningit yang akan muncul sebagai tokoh yang dikemudian hari akan memerintah atau memimpin wilayah seluas wilayah “bekas” kerajaan Majapahit , yaitu : Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jinumput Sumelo Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu.
Selain masing-masing satrio itu menjadi ciri-ciri dari masing-masing pemimpin NKRI pada setiap masanya (seperti yang tertulis di dalam Surat Terbuka kepada SBY), ternyata tujuh satrio piningit itu melambangkan tujuh sifat yang menyatu di dalam diri seorang pandhita yang telah kita tahu adalah Putra Betara Indra = Waliyullah = Pemuda Gembala (budak angon) seperti telah diungkap di atas. Sifat-sifat itu bisa kita urai sbb :
  1. Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro
    melambangkan orang yang sepanjang hidupnya terpenjara namun namanya harum mewangi. Sifat ini hanya dimiliki oleh orang yang telah menguasai Artadaya (ma’rifat sebenar-benar ma’rifat). Diberikan anugerah kewaskitaan atau kesaktian oleh Allah SWT, namun tidak pernah menampakkan kesaktiannya itu. Jadi sifat ini melambangkan orang berilmu yang amat sangat tawadhu’.
  2. Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar
    melambangkan orang yang kaya akan ilmu dan berwibawa, namun hidupnya kesandung kesampar, artinya penderitaan dan pengorbanan telah menjadi teman hidupnya yang setia. Tidak terkecuali fitnah dan caci maki selalu menyertainya. Semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran, ikhlas dan tawakal.
  3. Satrio Jinumput Sumelo Atur
    melambangkan orang yang terpilih oleh Allah SWT guna melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjalankan missi-Nya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian anugerah-Nya berupa ilmu laduni kepada orang tersebut.
  4. Satrio Lelono Topo Ngrame
    melambangkan orang yang sepanjang hidupnya melakukan perjalanan spiritual dengan melakukan tasawuf hidup (tapaning ngaurip). Bersikap zuhud dan selalu membantu (tetulung) kepada orang-orang yang dirundung kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya.
  5. Satrio Hamong Tuwuh
    melambangkan orang yang memiliki dan membawa kharisma leluhur suci serta memiliki tuah karena itu selalu mendapatkan pengayoman dan petunjuk dari Allah SWT. Dalam budaya Jawa orang tersebut biasanya ditandai dengan wasilah memegang pusaka tertentu sebagai perlambangnya.
  6. Satrio Boyong Pambukaning Gapuro
    melambangkan orang yang melakukan hijrah dari suatu tempat ke tempat lain yang diberkahi Allah SWT atas petunjuk-Nya. Hakekat hijrah ini adalah sebagai perlambang diri menuju pada kesempurnaan hidup (kasampurnaning ngaurip). Dalam kaitan ini maka tempat yang ditunjuk itu adalah Lebak Cawéné = Gunung Perahu = Semarang Tembayat.
  7. Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu
    melambangkan orang yang memiliki enam sifat di atas. Sehingga orang tersebut digambarkan sebagai seorang pandhita atau alim ulama yang selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Maka hakekat Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu adalah utusan Allah SWT atau bisa dikatakan seorang aulia (waliyullah).
KESIMPULAN SEMENTARA
Dari apa yang telah saya ungkapkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut :
  1. Satrio Piningit Pinandhita Sinisihan Wahyu yang diungkapkan oleh R.Ng. Ronggowarsito (1802 – 1873) adalah Pemuda Gembala (budak angon) yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi (1482 – 1521) di dalam wangsitnya, juga adalah Putra Betara Indra (waliyullah) seperti yang telah ditulis oleh Joyoboyo (1135 – 1157). Dengan tafsir warisan karya leluhur tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa seseorang yang dikatakan Satrio Pinandhita itu adalah orang Islam berdarah sunda namun menguasai dan memegang teguh kawruh (ajaran/ilmu) Jawa. Dan orang tersebut memiliki 7 sifat satrio di atas yang telah melebur di dalam dirinya.
  2. Lokasi yang dikatakan Lebak Cawéné oleh Prabu Siliwangi adalah juga Gunung Perahu menurut Joyoboyo, dan tempatnya di Semarang Tembayat seperti juga telah diungkapkan oleh Joyoboyo. Ditambahkan dengan gambaran spiritual menurut bapak Tri Budi Marhaen Darmawan di atas, maka tempat itu memiliki ciri-ciri terdapat 2 sumber air besar, 3 pohon beringin, dan keberadaan watu gilang. Diperkirakan tempat itu di pinggiran kota Semarang arah barat daya.
Mengapa saya katakan sebagai kesimpulan sementara ? Karena kesimpulan akhir ada pada tulisan : Menelisik Misteri Sabdo Palon. Selamat membaca…

Selasa, 31 Agustus 2010

Rahasia UFO


The relationship between Tesla and Marconi is a fascinating study! Hubungan antara Marconi Tesla dan merupakan studi yang menarik!
While Tesla has become a popular figure to Revisionist Scientists in the last ten years, Marconi is still largely unknown and seen as an usurper of Tesla's inventions. Yet Guglielmo Marconi (1874-1937), was a brilliant scientist, and, in fact, Tesla's close friend. Sementara Tesla telah menjadi tokoh populer untuk ilmuwan Revisionis dalam sepuluh tahun terakhir, Marconi masih belum diketahui dan dilihat sebagai perampas Tesla's penemuan fakta. Namun Guglielmo Marconi (1874-1937), adalah seorang ilmuwan yang brilian, dan, di, Tesla teman dekat.

In the esoteric writing of the Latin countries, Marconi has achieved a near legendary status, much as Tesla has recently in the United States.
Dalam penulisan esoteris dari negara-negara Latin, Marconi telah mencapai status legendaris dekat, sebanyak Tesla baru-baru ini di Amerika Serikat. But most Tesla students are unaware that Marconi was supposed to have founded a secret high-tech city in the remote southern jungles of Venezuela. Tapi yang paling Tesla siswa tidak menyadari bahwa Marconi seharusnya telah mendirikan sebuah kota berteknologi tinggi rahasia di hutan selatan terpencil Venezuela.

The great Italian scientist Guglielmo Marconi was a former student of Tesla's .
Para ilmuwan besar Italia Guglielmo Marconi adalah mantan mahasiswa Tesla. Marconi studied radio transmission theory with Tesla and made his first radio transmission in 1895. Marconi mempelajari teori transmisi radio dengan Tesla dan membuat transmisi radio pertama di 1895. Marconi was fascinated by the transmission of power, and in 1896 received a British patent and sent a signal nine miles across the Bristol Channel. Marconi terpesona oleh transmisi listrik, dan pada tahun 1896 menerima paten Inggris dan mengirim sinyal sembilan mil di Selat Bristol. In 1899 he successfully setup a wireless station to communicate with a French station 31 miles across the English Channel. Pada tahun 1899 ia berhasil setup stasiun nirkabel untuk berkomunikasi dengan stasiun Perancis 31 mil di Selat Inggris.

It was thought that the curve of the earth's surface would limit radio transmission to 200 miles at the most When, on December 11, 1901, Marconi transmitted a signal from Poldhu, Cornwall, to St. John's Newfoundland, 2000 miles away, he created a major sensation.
Maka dianggap bahwa kurva bumi permukaan akan membatasi transmisi radio untuk 200 mil di paling Ketika, pada tanggal 11 Desember 1901, Marconi ditransmisikan sinyal dari Poldhu, Cornwall, untuk St John's Newfoundland, 2000 mil jauhnya, ia menciptakan utama sensasi.
For this Marconi replaced the wire receiver with a coherer, a glass tube filled with iron filings, which could conduct radio waves. Untuk ini Marconi meletakkan gagang kawat dengan coherer, sebuah tabung gelas diisi dengan besi, yang bisa melakukan gelombang radio.
At the time there was no scientific explanation for this phenomena of long-distance transmission, and it was postulated that there was a layer in the upper atmosphere—the ionosphere—which reflected back electromagnetic waves. Pada waktu itu tidak ada penjelasan ilmiah untuk fenomena-jarak transmisi panjang, dan itu menduga bahwa ada lapisan di atas atmosfer-ionosfer-yang dipantulkan kembali gelombang elektromagnetik.

Marconi the Mysterious Marconi Misterius

Marconi was the son of a wealthy Italian landowner and an Irish mother When interest in his first transmission in 1895 had not interested Italian authorities, he had gone to Britain.
Marconi adalah putra dari seorang tuan tanah kaya Italia dan ibu Irlandia Ketika bunga dalam transmisi pertama pada tahun 1895 tidak berwenang Italia tertarik, dia pergi ke Britania. The Marconi Wireless Telegraph Company was formed in London in 1896 and Marconi made millions off his inventions. The Marconi Wireless Telegraph Company dibentuk di London pada tahun 1896 dan Marconi telah menjadi kaya penemuannya.
Marconi and Tesla are both given credit for the invention of the radio Marconi's historical radio transmission utilized a Heinrich Hertz spark arrester a Popov antenna and an Edouard Bramely coherer for his simple device that was to go on to become the modern radio. Marconi dan Tesla yang baik kredit diberikan untuk penemuan historis Marconi radio transmisi radio digunakan sebuah Heinrich Hertz spark arrester antena Popov dan Edouard coherer Bramely untuk perangkat yang sederhana yang terus menjadi radio modern.

Marconi was given the Noble Prize for Physics in 1909 jointly with Karl Ferdinand Braun , who made important modification which considerably increased the range of the first Marconi transmitters.
Marconi diberi Hadiah Nobel untuk Fisika pada tahun 1909 bersama-sama dengan Karl Ferdinand Braun, yang membuat modifikasi penting yang sangat meningkatkan jangkauan pemancar pertama Marconi.

Like Tesla, Marconi was a mysterious man in his later years, and was known to perform experiments, including anti-gravity experiments, aboard his yacht Electra.
Seperti Tesla, Marconi adalah seorang yang misterius di tahun-tahun terakhirnya, dan dikenal untuk melakukan percobaan, termasuk percobaan anti-gravitasi, kapal yacht Electra nya. Marconi's yacht was a floating super-laboratory, from which he sent signals into space and lit lights in Australia in 1930. itu kapal pesiar Marconi adalah super mengambang-laboratorium, dari mana ia mengirim sinyal ke ruang angkasa dan lampu menyala di Australia pada tahun 1930. He did this with the aid of an Italian physicist named Landini by sending wave train signals through the earth, much as Tesla had done in Colorado Springs. Dia melakukan ini dengan bantuan seorang ahli fisika Italia bernama Landini dengan mengirimkan sinyal kereta gelombang melalui bumi, sama seperti Tesla telah dilakukan di Colorado Springs.

In June of 1936 Marconi demonstrated to Italian Fascist dictator Benito Mussolini a wave gun device that could be used as a defensive weapon.
Pada bulan Juni tahun 1936 Marconi menunjukkan ke Bahasa Italia Benito Mussolini Fasis diktator senjata gelombang perangkat yang dapat digunakan sebagai senjata defensif. In the 1930's such devices were popularized as "death rays" as in a Boris Karloff film of the same name. Pada perangkat seperti itu 1930 adalah dipopulerkan sebagai "sinar kematian" seperti dalam film Karloff Boris dengan nama yang sama. Marconi demonstrated the ray on a busy highway north of Milan one afternoon. Marconi menunjukkan sinar di utara jalan raya sibuk di Milan suatu sore.
Mussolini had asked his wife Rachele to also be on the highway at precisely 3:30 in the afternoon. Mussolini telah meminta istrinya Rachele untuk juga berada di jalan raya tepat pukul 03:30 sore. Marconi's device caused the electrical systems in all the cars, including Rachele's, to malfunction for half an hour, while her chauffeur and other motorists checked their fuel pumps and spark plugs. itu perangkat Marconi menyebabkan sistem listrik di semua mobil, termasuk Rachele, untuk kerusakan selama setengah jam, sedangkan sopir dan pengendara lain memeriksa pompa bahan bakar dan busi. At 3:35 all the cars were able to start again. Pada 3:35 semua mobil bisa mulai lagi. Rachele Mussolini later published this account in her autobiography. Rachele Mussolini akun ini kemudian dipublikasikan dalam bukunya.

Mussolini was quite pleased with Marconi's invention, however it is said that Pope Pius XI learned about the invention of the paralyzing rays and took steps to have Mussolini stop Marconi's research.
Mussolini cukup puas dengan itu penemuan Marconi, tetapi dikatakan bahwa Paus Pius XI belajar tentang penemuan sinar melumpuhkan dan mengambil langkah untuk menghentikan Mussolini riset Marconi.
According to Marconi's followers, Marconi then took his yacht to South America in 1937, after faking his own death. Menurut pengikut Marconi, Marconi kemudian mengambil yacht-nya ke Amerika Selatan pada 1937, setelah berpura-pura mati sendiri.

The Secret City in South America Kota Secret di Amerika Selatan

A number of European scientists were said to have gone with Marconi, including Landini.
Sejumlah ilmuwan Eropa dikatakan telah pergi dengan Marconi, termasuk Landini. In the 1937, the enigmatic Italian physicist and alchemist Fulcanelli warned European physicists of the grave dangers of atomic weapons and then mysteriously vanished a few years later. Pada 1937, fisikawan Italia misterius dan alkemis Fulcanelli fisikawan Eropa memperingatkan bahaya makam senjata atom dan kemudian menghilang secara misterius beberapa tahun kemudian.
He is believed to have joined Marconi's secret group in South America. Dia diyakini telah bergabung dengan kelompok rahasia Marconi di Amerika Selatan.

Ninety-eight scientists were said to have gone to South America where they built a city in an extinct volcanic cater in the southern jungles of Venezuela.
Sembilan puluh delapan ilmuwan yang dikatakan telah pergi ke Amerika Selatan di mana mereka membangun sebuah kota dalam melayani vulkanik punah di hutan selatan Venezuela. In their secret city, financed by the great wealth they had created during their lives, they continued Marconi's work on solar energy, cosmic energy and antigravity. Di kota rahasia mereka, dibiayai oleh kekayaan yang telah mereka ciptakan selama hidup mereka, mereka melanjutkan pekerjaan Marconi pada energi surya, energi kosmis dan antigravity. They worked secretly and apart from the world's nations, building free-energy motors and ultimately discoid aircraft with a form of gyroscopic anti-gravity. Mereka bekerja diam-diam dan terpisah dari bangsa-bangsa dunia, gedung-energi motor bebas dan akhirnya pesawat berbentuk cakram dengan bentuk giroskopik anti-gravitasi. The community is said to be dedicated to universal peace and the common good of all mankind. Masyarakat dikatakan didedikasikan untuk perdamaian universal dan kepentingan umum seluruh umat manusia.
Believing the rest of the world to be under the control of energy companies, multi-national bankers and the military-industrial complex, they have remained isolated from the rest of the world, working subversively to foster peace and a clean, ecological technology on the world. Percaya seluruh dunia berada di bawah kendali perusahaan energi, multi-nasional bankir dan kompleks industri militer, mereka tetap terisolasi dari seluruh dunia, bekerja subversively untuk mendorong perdamaian dan ekologi, teknologi bersih pada dunia.

We have information on this astonishing high-tech city from a number of sources.
Kami memiliki informasi tentang kota berteknologi tinggi yang menakjubkan dari sejumlah sumber. In the South America the story is a common subject among certain metaphysical groups. Dalam cerita Amerika Selatan adalah subjek umum di antara kelompok-kelompok metafisik tertentu.
Says the French writer Robert Charroux in his book The Mysteries of the Andes , (1974, 1977), Says penulis Prancis Robert Charroux dalam bukunya The Misteri Andes , (1974, 1977),
"... the Ciudad Subterranean de los Andes , is discussed in private from Caracas to Santiago." "... Di Ciudad de los Andes Subterranean, dibahas secara pribadi dari Caracas ke Santiago."
Charroux goes on to tell the story of Marconi and his secret city, plus the story of a Mexican journalist named Mario Rojas Avendaro who investigated the Ciudad Subterranean de los Andes (Underground City of the Andes) and concluded that it was a true story. Charroux melanjutkan dengan menceritakan kisah Marconi dan kota rahasianya, ditambah cerita tentang seorang wartawan bernama Mario Rojas Meksiko Avendaro yang menyelidiki Ciudad de los Andes bawah tanah (Underground Kota Andes) dan menyimpulkan bahwa itu adalah kisah nyata.
Avendaro was contacted by man named Naciso Genovese , who had been a student of Marconi's and was a physics teacher at a High School in Baja, Mexico. Avendaro dihubungi oleh laki-laki bernama Naciso Genovese, yang pernah menjadi mahasiswa Marconi dan adalah seorang guru fisika di Sekolah Tinggi di Baja, Meksiko.

Genovese was an Italian by origin and claimed to have lived for many years in the Ciudad Subterranea de los Andes .
Genovese adalah Italia dengan asal dan mengklaim telah hidup selama bertahun-tahun di Subterranea Ciudad de los Andes. Sometime in the late 1950s he wrote an obscure book entitled "My Trip To Mars - Yo He Estado en Marte ." Kadang-kadang di akhir 1950-an dia menulis sebuah buku yang tak jelas berjudul "Perjalanan Saya Untuk Mars - Yo la Estado en Marte . "
Though the book was never published in English, it did appear in various Spanish, Portuguese and Italian editions. Meskipun buku itu tidak pernah diterbitkan dalam bahasa Inggris, hal itu muncul dalam berbagai Spanyol, Portugis dan edisi Italia.

Tesla Technology Tesla Teknologi

Genovese claimed that the city had been built with large financial resources, was underground and had better research facilities than any other research facility in the world (at mat time, at least).
Genovese mengklaim bahwa kota itu telah dibangun dengan sumber daya keuangan yang besar, adalah bawah tanah dan fasilitas penelitian yang lebih baik daripada fasilitas penelitian lain di dunia (pada waktu tikar, setidaknya).
By 1946 the city already using a powerful collector of cosmic energy, the essential component of all matter, according to Marconi's theories, many of which he had derived from Tesla. Pada 1946 kota ini sudah menggunakan kolektor kuat energi kosmis, komponen penting dari segala hal, menurut's teori Marconi, banyak yang telah diturunkan dari Tesla.
"In 1952," according to Genovese, "we traveled above all the seas and continents in a craft whose energy supply was continuous and practical inexhaustible. It reached a speed of half a million miles an hour and withstood enormous pressures, near the limit of resistance of the alloys that composed it. The problem was to slow it down at just the right time." "Pada tahun 1952," menurut Genovese, "perjalanan kita di atas semua lautan dan benua dengan kerajinan yang pasokan energi yang berkelanjutan dan praktis habis-habisnya. Itu kecepatan mencapai setengah juta kilometer per jam dan bertahan tekanan besar, dekat batas resistensi dari paduan yang terdiri itu. Masalahnya adalah melambatkannya pada waktu yang tepat. "
According to Genovese, the city is located at the bottom of a crater, is mostly underground and is entirely self-sufficient. Menurut Genovese, kota ini terletak di bagian bawah kawah, adalah sebagian besar bawah tanah dan sepenuhnya mandiri. The extinct volcano is covered in thick vegetation, is hundreds of miles from any roads, and is at thirteen thousand feet in the jungle mountains of the Amazon. Gunung berapi punah tertutup vegetasi tebal, adalah ratusan mil dari jalan, dan pada tiga belas ribu kaki di pegunungan hutan di Amazon.

The French author Charroux expressed surprise and disbelief to the statement that the city was on a jungle covered mountain that was 13,000 feet high.
Prancis Charroux Penulis menyatakan terkejut dan tidak percaya kepada pernyataan bahwa kota itu pada ditutupi hutan gunung yang tinggi 13.000 kaki. Yet, the eastern side of Andean cordillera has many such mountains, from Venezuela to Bolivia, spanning thousands of miles. Namun, sisi timur cordillera Andes memiliki banyak gunung tersebut, dari Venezuela ke Bolivia, mencakup ribuan kilometer. Several such cities, and mountains, could exist in this vast, unexplored, and perpetually cloud-covered region. Beberapa kota-kota tersebut, dan pegunungan, bisa ada di ini besar, belum dijelajahi, dan terus-menerus tertutup awan daerah.

Yet, a secret city in a jungle crater was the least of the claims.
Namun, sebuah kota rahasia di hutan kawah adalah paling tidak klaim.
Genovese claimed that flights to the Moon and Mars were made in their "flying saucers." Genovese menyatakan bahwa penerbangan ke Bulan dan Mars dibuat dalam "piring terbang." He claimed that once the technology had been conquered, it was relatively simple to make the trip to the Moon (a few hours) or Mars (several days). Genovese does not mention pyramids or what they did on Mars. Dia menyatakan bahwa setelah teknologi telah menaklukkan, itu relatif sederhana untuk melakukan perjalanan ke Bulan (beberapa jam) atau Mars (beberapa hari) Mars. Genovese tidak menyebutkan piramida atau apa yang mereka lakukan pada.
Perhaps they created a Martian base in one of the ancient, sand-blown pyramids of the Cydonia Region . Mungkin mereka menciptakan dasar Mars di salah satu kuno, piramida-tertiup pasir di Daerah Cydonia .

There have been many reports of UFOs in South America, especially along the edge of the mountainous jungles of the eastern Andes, from Bolivia to Venezuela.
Ada banyak laporan UFO di Amerika Selatan, terutama di sepanjang tepi hutan pegunungan Andes timur, dari Bolivia ke Venezuela. Is it possible that some of these UFOs are antigravity craft from the Ciudad Subterranean de los Andes? Apakah mungkin bahwa beberapa UFO yang antigravity kerajinan dari Subterranean Ciudad de los Andes?

In light of highly reliable sources who claim that a "Last Battalion" of German solders escaped via submarine in the last days of WWII to Antarctica and South America, it is possible that the Germans may have high tech super cities in the remote jungles of South America as well.
Mengingat sumber-sumber yang sangat terpercaya yang mengklaim bahwa Batalyon Terakhir "dari prajurit Jerman melarikan diri melalui kapal selam di hari-hari terakhir Perang Dunia II untuk Antartika dan Amerika Selatan, ada kemungkinan bahwa Jerman mungkin kota-kota berteknologi super tinggi di hutan terpencil Selatan america juga.

A number of military historians, such as Col. Howard Buechner , author of Secrets of the Holy Lance and Hitler's Ashes, maintain that the Germans had already created bases in Queen Maud Land, opposite South Africa during the war.
Sejumlah sejarawan militer, seperti Kolonel Howard Buechner, penulis Rahasia dari Lance Kudus dan's Ashes Hitler, mempertahankan bahwa Jerman telah menciptakan basis di Queen Maud Land, sebaliknya Afrika Selatan selama perang.

Afterwards, German U-Boats, in some reports as many as 100, took important scientists, aviators and politicians to the final fortress of Nazi Germany.
Setelah itu, Jerman U-Boats, dalam beberapa laporan sebanyak 100, mengambil ilmuwan penting, penerbang dan politisi ke benteng terakhir dari Nazi Jerman. Two of these U-boats surrendered in Argentina three months after the war. Dua dari kapal U-menyerah di Argentina tiga bulan setelah perang. In 1947, the US Navy invaded Antarctica, mainly Queen Maud Land with Admiral Byrd in command. Pada 1947, Angkatan Laut AS menginvasi Antartika, terutama Queen Maud Land dengan Admiral Byrd di perintah.

The Americans were defeated and several jets from the four aircraft carriers were said to have been shot down by discoid craft.
Amerika dikalahkan dan beberapa jet dari empat kapal induk yang dikatakan telah ditembak jatuh oleh kerajinan berbentuk cakram. The navy retreated and did not return until 1957. Angkatan laut mundur dan tidak kembali sampai 1957.

According to the book, Chronicle of Akakor , a book first published in German by the journalist Karl Brugger , a German battalion had taken refuge in an underground city on the borders of Brazil and Peru.
Menurut buku itu, Chronicle of Akakor , buku pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman oleh Karl wartawan Brugger, satu batalion Jerman berlindung di sebuah kota bawah tanah di perbatasan Brazil dan Peru. Brugger, a German journalist who lived in Manaus, was assassinated in the Rio de Janeiro suburb of Ipanema in 1981. His guide, Tatunca Nara , went on to become Jacques. Brugger, seorang wartawan Jerman yang tinggal di Manaus, dibunuh di pinggiran Rio de Janeiro dari Ipanema pada tahun 1981, Nya. Pedoman Tatunca Nara, kemudian menjadi Jacques.

Cousteau's guide on the upper Amazon.
Cousteau's Pedoman di Amazon atas. In fact, photographs of Tatunca Nara appear in Cousteau's large coffee-table book of color photographs called Cousteau's Amazon Journey . Bahkan, foto-foto Tatunca Nara muncul dalam tabel buku besar kopi-Cousteau foto warna disebut Amazon Cousteau's Journey. (For more information on Tatunca Nara, Karl Brugger, Underground Cities and Germans see Lost Cities & Ancient Mysteries of South America .) (Untuk informasi lebih lanjut tentang Tatunca Nara, Karl Brugger, Underground Kota dan Jerman melihat Lost Kota Kuno Misteri & Amerika Selatan .)

While the secret cities of South America manufacturing flying saucers and battling the current powers of the world from their hidden jungle fortresses may sound too much like the plot of a James Bond movie , it appears to be based on fact!
Sedangkan kota rahasia manufaktur Amerika Selatan piring terbang dan berjuang melawan kekuatan dunia saat ini dari hutan yang tersembunyi benteng-benteng mereka mungkin terdengar terlalu banyak seperti plot film James Bond, tampaknya harus didasarkan pada fakta!

Based upon the above scenario, it may not be totally fantastic to suggest, as some authors have, that Tesla was picked up during the late 1930s by a flying saucer .
Berdasarkan skenario di atas, mungkin tidak benar-benar fantastis untuk menyarankan, karena beberapa penulis miliki, bahwa Tesla diangkat pada akhir 1930-an oleh sebuah piring terbang. Yet, it would not have been a flying saucer from another planet, but one of Marconi's craft from the secret city in South America. Namun, itu tidak akan piring terbang dari planet lain, tapi salah satu yang kerajinan Marconi dari kota rahasia di Amerika Selatan.

In the most incredible scenario so-far, and one that may well be true, Tesla was induced to fake his own death , just as Marconi and many of the other scientists had done, and was taken, by special discoid craft, to Marconi's high-tech super-city.
Di luar biasa skenario yang paling begitu-jauh, dan satu yang mungkin benar, Tesla diinduksi untuk sendiri kematian palsu, seperti Marconi dan banyak ilmuwan lain telah dilakukan, dan diambil, dengan kerajinan berbentuk cakram khusus, untuk Marconi's tinggi teknologi super-kota. Away from the outside world, the military governments, the oil companies, the arms and aircraft manufacturers, Marconi and Tesla, both supposedly dead, continued their experiments, in an atmosphere conducive to scientific achievement. Jauh dari dunia luar, pemerintah militer, perusahaan-perusahaan minyak, senjata dan pabrik pesawat, Marconi dan Tesla, keduanya diduga tewas, lanjut percobaan mereka, dalam suasana yang kondusif untuk pencapaian ilmiah.

Who knows what they may have achieved?
Siapa tahu apa yang mereka capai?
They were ten years ahead of the Germans and twenty years ahead of the Americans in their anti-gravity technology. Mereka sepuluh tahun ke depan dari Jerman dan dua puluh tahun ke depan dari Amerika dalam teknologi anti-gravitasi mereka. Could they have developed discoid spacecraft in the early 1940s, and gone on to time travel machines and hyperspace drives? Mungkinkah mereka telah mengembangkan pesawat berbentuk cakram di awal 1940-an, dan pergi untuk perjalanan mesin waktu dan drive hyperspace? Perhaps Marconi and Tesla went into the future , and have already returned to the past! Mungkin Marconi dan Tesla pergi ke masa depan, dan telah kembali ke masa lalu!

Time Travel experiments, teleportation, pyramids on Mars, Armageddon and an eventual Golden Age on earth, may all have something to do with Tesla, Marconi and their suppressed inventions.
Perjalanan waktu percobaan, teleportasi, piramida di Mars, Armageddon dan akhirnya Golden Age di bumi, semua mungkin ada hubungannya dengan Tesla, Marconi dan ditindas penemuan mereka.
While "UFO experts" and "former intelligence agents" tell us that flying saucers are extraterrestrial and are being currently retro-engineered by military scientists, Tesla, Marconi and their friends may be waiting for us at their space base at the pyramids and Face on Mars . Sementara "pakar UFO" dan "mantan agen intelijen" mengatakan bahwa piring terbang yang luar bumi dan sedang saat ini retro-rekayasa oleh para ilmuwan militer, Tesla, Marconi dan teman-teman mereka mungkin menunggu kami di ruang basis mereka di piramida dan Face pada Mars .

Our government, Hollywood and the media have trained us to certain beliefs and prejudices that amazing technology must be from extraterrestrials visiting our planet.
Pemerintah kami, Hollywood dan media telah melatih kita untuk keyakinan tertentu dan prasangka bahwa teknologi menakjubkan dari luar angkasa harus mengunjungi planet kita. To the scientist-philosopher who seeks knowledge... Untuk filsuf-ilmuwan yang mencari pengetahuan ... sometimes truth is stranger than fiction. kadang-kadang kebenaran lebih aneh dari fiksi.

A US Patent for Guglielmo Marconi and his Wireless Telegraphy given on June 11, 1901.
Sebuah Paten AS untuk Guglielmo Marconi dan Wireless nya Telegrapi diberikan pada tanggal 11 Juni 1901. Marconi was as much of a genius as Tesla. Marconi adalah sebanyak jenius seperti Tesla. When Marconi saw Tesla beaten by the powerful World Financiers , he hesitantly approached the Fascists of Italy with some of his inventions. Ketika Marconi Tesla melihat dipukuli oleh Finance World kuat, ia ragu-ragu mendekati Fasis di Italia dengan beberapa penemuan nya.
After the Pope condemned his death-ray, Marconi faked his own death in 1936 and left with more than 100 scientists to South America aboard his yacht Electro. Setelah kematiannya Paus mengutuk-ray, Marconi memalsukan kematiannya sendiri pada tahun 1936 dan pergi dengan lebih dari 100 ilmuwan ke Amerika Selatan Electro kapal yacht nya.